Bermodus Kegiatan Fiktif, Kepsek dan Bendahara di NTT Korupsi Dana BOS Rp 800 Juta Selama 4 Tahun
Kepala Sekolah dan bendahara sebuah sekolah di NTT ketahuan korupsi dana BOS hingga Rp 800 juta selama 4 tahun.
TRIBUNMATARAM.COM - Kasus korupsi terjadi di sebuah sekolah daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Akibatnya, kepala sekolah dan bendahara ditahan oleh pihak berwajib.
Penahanan tersebut dilakukan oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri Manggarai di Reo.
Orang pertama yang ditahan adalah Kepala Sekolah SMPN 1 Reok berinisial HN.
Sementara sang bendahara sekolah berinisial MA.
Keduanya diduga melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler.
Baca juga: Anies Baswedan Bakal Diperiksa Terkait Dugaan Kasus Korupsi Tanah di DKI Jakarta, Ini Kata KPK
Baca juga: Terjerat Korupsi, Juliari Batubara Ungkap Penyesalan Paling Tinggi: Pengawasan Bansos Tidak Maksimal
Berdasarkan informasi, tindak korupsi itu mereka lakukan selama tahun ajaran 2017, 2018, 2019 dan 2020.
Penangkapan keduanya terjadi pada hari Selasa (3/8/2021).
Mereka diduga melakukan korupsi selama empat tahun di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Reok, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, NTT.
Kepala sekolah dan bendahara kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
• Terjerat Kasus Korupsi, Mark Sungkar Merasa Dirinya Hanya Korban: Kami Tahu Bahwa Kami Tidak Salah
Ditahan
Dua tersangka itu ditahan selama 20 hari usai Tim Penyidik Cabang Kejaksaan Negeri Manggarai di Reo, melakukan pemeriksaan tambahan pada kepala SMPN 1 Reok, HN dan bendahara, MA, Senin, 2 Agustus 2021.
“Untuk kepentingan Penyidikan, Tim Penyidik menahan tersangka Kepala Sekolah (HN) dan bendahara (MA) untuk selama 20 di Rutan Polres Manggarai, terhitung sejak tanggal 02 Agustus 2021 hingga 22 Agustus,” jelas Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai, Bayu Sugiri dalam rilis tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (4/7/2021).
Ia mengatakan, penahanan terhadap Tersangka HN dan MA didasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dilakukan dengan pertimbangan subyektif bahwa dikhawatirkan para tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana dan Pasal 21 ayat (4) huruf a, tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Para tersangka, lanjut dia, disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.
Kemudian Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Melakukan kegiatan fiktif
Ia menjelaskan, modus yang dilakukan oleh para tersangka, dalam pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler pada SMP Negeri I Reok Tahun Anggaran 2017, 2018, 2019, dan 2020 adalah dengan melaksanakan kegiatan fiktif.
Mereka membagikan uang kepada para guru dan pegawai, mark up anggaran, melaksanakan kegiatan yang tidak dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban, dan kelebihan pembayaran honor kepada para guru dan pegawai.
Ia menerangkan, kerugian keuangan negara yang timbul akibat perbuatan Tersangka HN dan MA, dalam pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler tersebut sebesar Rp 839.401.569.
Ia menambahkan, para pihak yang terkait yang terdiri dari guru, pegawai serta pihak ketiga telah mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp 441.102.858 seperti dikutip dari Kompas.com dengan judul "Korupsi Dana BOS Selama 4 Tahun, Kepsek dan Bendahara di Manggarai Ditahan".
Kasus Korupsi Lainnya
Sidang kasus dugaan korupsi terkait pengadaan bansos Covid-19 masih terus berlanjut.
Perlu diketahui, kasus tersebut menyeret nama Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara.
Dalam sidang itu, ia mengatakan penyesalan tertingginya.
Menurut Juliari, ia tidak mengawasi bawahannya secara ketat terkait realisasi program bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Hal itu dia ungkapkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Senin (19/7/2021).
"Ya kalau dianggap penyesalan mungkin itu penyesalan saya yang paling tinggi pada saat program berlangsung saya tidak maksimal melakukan pengawasan daripada program tersebut," kata Juliari, dikutip dari Tribunnews.com dengan judul: "Saat Juliari Batubara Ungkap Penyesalan Tertinggi Karena Terjerat Kasus Korupsi" .
Baca juga: Juliari Batubara Tanggapi Aliran Dana Korupsi Bansos ke Cita Citata, Siapa Dalang di Baliknya?
Baca juga: Sederet Pengakuan Penting Juliari Batubara Terkait Kasus Suap Bansos Covid-19, Termasuk Titip Uang
Menurut Juliari, ia kurang engawasi kinerja para staf sehingga dia terjerat kasus korupsi.
"Sehingga saya harus menghadapi kasus hukum seperti ini, Yang Mulia," imbuhnya.
Tak hanya itu, Juliari juga menyinggung soal tata kelola keuangan negara.
Ia mengaku tak tahu soal hal tersebut ketika masih menjabat sebagai menteri.
Baca juga: Wakil KPK Tegaskan Eks Mensos Juliari Batubara Layak Dihukum Mati, Sudah Penuhi Syarat UU Korupsi
Hal itu diungkapkan Juliari ketika menjawab pertanyaan dari ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Mohammad Damis.
"Apakah saudara sebagai menteri mengetahui prinsip-prinsip tata kelola keuangan negara?" tanya Damis.
"Tidak tahu yang mulia," jawab Juliari.
Damis tampak terkejut dengan jawaban Juliari.
Ia mengatakan, ketidaktahuan tersebut merupakan hal yang fatal.
Bahkan, ia sempat menerangkan prinsip tata kelola keuangan negara kepada Juliari.
"Waduh fatal kalau begitu ya.
Harusnya Saudara tahu prinsipnya yang diatur di dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003," sebut Damis.
"Prinsipnya antara lain harus ekonomis, efisien, transparan.
Itu ada beberapa prinsip-prinsip pengelolaan.
Baik kalau begitu," tutur dia.
Kemudian, Damis bertanya mengenai kewenangan Mensos dalam mengelola keuangan negara.
Baca juga: Digadang-gadang Bakal Jadi Pengganti Eks Mensos Juliari, Risma Manut : Ikut Bu Mega Saja
Juliari menjawab, salah satu kewenangannya yakni menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
"Kewenangan saya antara lain, kalau dalam pengadaan (bansos Covid-19) ya penunjuk Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang mulia," kata Juliari.
Damis lalu bertanya terkait langkah pengawasan dalam pengadaan bansos Covid-19.
Juliari menyebutkan, pengawasan yang dilakukan yakni dengan melakukan rapat yang dijadwalkan secara teratur.
Serta inspeksi mendadak (sidak).
"Saya meminta laporan progres daripada penyaluran termasuk juga penyerapan anggaran.
Karena menurut saya ini yang paling untuk pertanggungjawaban pada atasan saya, yaitu presiden," ungkap dia.
"Kedua, saya sekekali kunjungan sidak juga yang mulia, ke bawah, ke beberapa daerah saya menyidak langsung, penyaluran distribusi daripada bansos kepada warga penerima manfaat," jawab Juliari.
Dalam perkara ini Juliari didakwa menerima uang Rp 32,48 miliar.
Jaksa menduga uang itu diterima Juliari terkait dengan pengadaan paket bansos Covid-19 di wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Dalam persidangan terungkap pula nama dua politisi PDI Perjuangan.
Dua orang yang dimaksud yaitu Herman Hery dan Ikhsan Yunus.
Keduanya diduga dilibatkan Juliari dalam menunjuk perusahaan yang akan menjadi vendor penyedia paket bansos Covid-19.
Juliari juga diduga meminta fee sebesar Rp 10.000 pada tiap paket bansos dari perusahaan penyedia.
Artikel lainnya terkait kasus korupsi
(Tribunnews) (Kompas/ Kontributor Maumere, Nansianus Taris)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/mataram/foto/bank/originals/ilustrasi-di-penjara.jpg)