Wakil Ketua MPR Berharap Guru Honorer Bisa Diangkat Tanpa Tes: 'Pendapatannya Tidak Menentu'
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani angkat bicara mengenai pengangkatan guru honorer.
TRIBUNMATARAM.COM - Pemerintah diminta untuk menghargai pengabdian guru honorer.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani.
Ia beralasan guru honorer selama ini tetap bekerja walau dibayar "seadanya".
Karena itu, Ahmad Muzani berharap bisa lolos jadi pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tanpa harus ikut tes CPNS.
Utamanya mereka yang sudah bertahun-tahun mengabdi.
"Itu artinya memecah kebuntuan ketidakpastian guru honorer yang pendapatannya antara iya dan tidak, dengan jumlah yang tidak menentu," ujar Muzani seusai FGD SMA Darul Hikam Bandung, Rabu (22/9/2021).
Baca juga: Malapetaka Guru Honorer di Semarang, Utang Rp 3,7 Juta Ditagih Rp 206 Juta, Diteror Foto Syur Editan
Baca juga: Perjuangan Imas, Guru Honorer 53 Tahun di Karawang yang Ikut PPPK Walau Berjalan Pakai Tongkat

Baginya, profesi guru merupakan panggilan jiwa.
Ahmad menambahkan, guru bukanlah pencari kerja.
Dengan dua alasan itu, ia bersyukur Pemerintah mengeluarkan kebijakan Perjanjian Kerja (PPPK).
Waktu itu, pemerintah berencana mengangkat 1 juta guru honorer jadi PPPK.
Baca juga: Kisah Guru Honorer Dipecat Setelah Unggah Gaji Rp 700.000, Idap Penyakit Tumor dan Untuk Bayar Utang
Jalan berliku guru honorer, seharusnya diapresiasi negara
Sayangnya, jalan guru honorer jadi PPPK pun berliku-liku. Mereka harus melalui tes yang bagi sebagian guru yang sudah puluhan tahun mengabdi, dirasa menyulitkan.
Mulai dari faktor usia hingga administrasi seperti dikutip dari Kompas.com dengan judul ""Mohon Hargai Pengabdian Guru Honorer, Loloskanlah, Jangan Perlu Ada Tes..."".
Karena itu, dari target 1 juta guru honorer yang diangkat, yang mendaftar baru 500.000an.
"Karena itu kami minta dengan hormat, pengabdian (guru honorer) pun harus dianggap sebagai bentuk lain penghargaan. Jadi loloskanlah jangan perlu ada tes," tegas Muzani.
Sebab, pengabdian itu lebih dari yang diharapkan.
"Mereka berharap jadi PNS? Iya, tapi kalau tidak lolos, mereka tetap ngajar. Mereka berharap jadi PPPK? Iya, tapi kalau tidak lolos, mereka juga tetap ngajar," ucap dia.
Buatnya, apa yang dilakukan guru honorer sebagai bentuk pengabdian dan panggilan. Seharusnya negara mengapresiasi pengabdian mereka, supaya persoalan pendidikan yang begitu panjang bisa diurai.
PTM Terbatas
Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR RI, Sodik Mujahid mengatakan, ada berbagai persoalan yang disoroti dalam FGD Pola Pendidikan Pascapandemi ini.
Yakni revisi Undang-undang, keberpihakan politik, standardisasi guru, digitalisasi pendidikan, standardisasi semua komponen pendidikan, hingga evaluasi sarana.
Urgensi yang harus dibenahi saat ini adalah pola pembelajaran tatap muka, jarak jauh, dan hybrid. Pola digitalisasi ini tetap dipakai, karena dasar hukumnya ada.
Direktur Perguruan Darul Hikam, Ruri Ramadhanti menyatakan, pandemi Covid-19 menjadi momentum revisi pola pembelajaran agar lebih efektif kepada siswa.
Salah satunya pemberlakuan hybrid. Langkah ini efektif apalagi melihat Indonesia yang luas.
Namun agar optimal, pola pembelajaran hybrid, syaratnya pemerintah harus menyediakan jaringan internet yang baik, termasuk layanan internet di ruang publik.
Teknologi hybrid sendiri harganya beragam. Bila dibuat sendiri jatuhnya lebih murah dan bisa menggunakan Dana BOS.
"Kalau sudah seperti itu bisa maju bareng (daerah perkotaan dan pedesaan). Dana BOS bisa digunakan untuk perbaikan infrastruktur,” tutupnya.
Perjuangan Imas
Nama Imas Kustiani tengah menjadi sorotan.
Ia merupakan guru honorer berusia 53 tahun di Karawang, Jawa Barat.
Imas masih tetap semangat mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2021.
Kisahnya pun viral di media sosial.
Perjuangan Imas diunggah di akun Instagram infokrw dari sumber pgri_kotabaru.fc.
Usut punya usut, Imas menderita penyakit stroke.
Baca juga: Viral Video Dugaan Penganiayaan Tahanan di Medan, Kalapas: Masalah Minta uUang Jelas Tidak Benar
Baca juga: Viral Preman Tutup Jembatan di Deli Serdang, Minta Bayaran ke Warga yang Mau Lewat, Ini Kata Polisi

Kendati demikian, ia tetap ikut serta dalam seleksi PPPK tersebut.
Awalnya, Imas terlihat berjalan menggunakan tongkat.
Perlahan tapi pasti, ia begerak menuju ruang seleksi.
Namun, Imas kemudian terlihat kesulitan berjalan.
Baca juga: Viral Kepala Sekolah di Tangerang Miliki Harta Capai Rp 1,6 Triliun, Berikut Sumber Penghasilannya
Langkahnya terlalu lambat sehingga khawatir terlambat.
Untuk itu, petugas pengawas seleksi dengan sigap menggendong Imas agar dapat lebih cepat sampai ke ruangan tes di SMAN 3 Karawang.
Diketahui, Imas bergelar Sarjana Satu (S1) Pendidikan seorang guru honorer K2 di SDN Wancimekar 1 Desa Wancimekar Kecamatan Kotabaru, Kabupaten Karawang.
Imas telah menjadi guru honorer selama 17 tahun dan tak kenal lelah serta putus asa untuk memberi ilmu pengetahuan kepada anak muridnya kendati dirinya tengah menderita stroke yang telah berlangsung selama 3 tahun.
Semangat juang Imas Kustiani untuk mengajar demi mencerdaskan anak-anak Karawang mendapat dukungan penuh dari para murid, guru dan kepala sekolah.
Saat ditelusuri, Imas merupakan warga Perum Ekamas Permai BI 25 RT 02/05 Desa Pangulah Utara, Kecamatan Kotabaru, Kabupaten Karawang.
Saat didatangi, Imas sedang bersama sang suami Nana Suhana (54).
Imas membenarkan, kisah viral di media sosial itu merupakan dirinya.
Bahkan kejadian viral itu, Imas ditemani sang suami saat hendak mengikuti seleksi PPPK di SMAN 3.
"Iya benar itu saya, engga tahu juga bisa ramai viral gitu," kata Imas dengan terbata-bata.
Imas tak hanya kesulitan berjalan, dia juga kesulitan dalam berbicara akibat sakit stroke yang dideritanya.
Baca juga: Viral Video Pria Pukul dan Tendang Kades di Jombang, Tuduh Korban Tilap Hadiah dari Presiden Jokowi
Dengan dibantu sang suami, Imas menceritakan kisahnya saat mengikuti seleksi PPPK tersebut.
Dia mengaku, terkejut atas tindakan yang dilakukan petugas pengawas tersebut.
Pasalnya, Imas yang sedang dituntun suami mengalami sakit kaki karena terlalu jauh jalan untuk menuju ke ruangan tes.
Melihat kondisi itu, tiba-tiba petugas pengawas datang dan menawarkan diri untuk menggendongnya menuju ruangan tes.
"Saya kaget, sakit pas itu lagi jalan.
Kaki saya sakit jadi lama mungkin ya.
Jadi langsung dibantu digendong pegawas ke ruangan tes," imbuh dia.
Dirinya juga tak mengetahui kejadian itu divideokan dan menjadi viral di media sosial.
"Engga tau bisa ramai gitu, ada juga dari mana gitu ada video call saya," ucapnya.
Imas mengungkapkan, dirinya telah menjadi guru honorer selama 17 tahun atau sejak tahun 2004.

Cita-cita ingin jadi PNS
Sejak pertama menjadi guru honorer Imas mengajar di SDN Wancimekar 1 Desa Wancimekar Kecamatan Kotabaru, hingga sekarang ini seperti dikutip dari Tribunbekasi.com dengan judul VIRAL, Guru Honorer di Karawang Derita Stroke dan Harus Digendong Tetap Semangat Ikuti Seleksi PPPK.
Dia juga beberapa kali pernah menjadi wali kelas dan mengajar semua mata pelajaran kecuali olahraga.
Semangatnya mengikuti seleksi PPPK karena ingin meraih cita-cita masa remajanya untuk menjadi seorang pegawai negeri sipil (PNS).
Bahkan sejak tahun 2013, jika ada seleksi guru PNS Imas selalu mengikutinya.
"Sudah sekitar 6 atau 7 kali, lupa aku. Intinya dari 2013 tiap ada tes guru PNS saya ikut tapi belum rezekinya sampai tahun ini ikutan tapi kan namanya seleksi PPPK ya," katanya.
Untuk itu, Imas berharap untuk seleksi PPPK 2021 ini bisa lolos dan diterima menjadi pegawai pemerintah meskipun tak seperti PNS.
"Alhamdulillah, saat seleksi semua soal terjawab dengan baik. Ibu sangat berharap bisa lolos diterima sebagai pegawai pemerintah," paparnya.
(Kompas/ Kontributor Bandung, Reni Susanti)