Ia mengatakan, bagi negara, harus ada arahan berapa besaran iuran yang bisa dilakukan JKN, dan terjangkau sesuai kemampuan masyarakat.
Besaran iurannya pun, kata dia, harus sesuai dengan perhitungan aktuaria (ilmu pengelolaan risiko keuangan). Dari perhitungan aktuaria, besaran iuran BPJS Kesehatan bagi para pesertanya justru lebih besar.
Besaran iuran untuk peserta bukan penerima upah (PBPU) mandiri kelas I bisa mencapai Rp 286.000, kelas II mencapai lebih dari Rp 184.000, dan kelas III Rp 137.000.
"Itu murni perhitungan aktuaria, tapi kami tak menetapkan besaran itu dan lebih disesuaikan dengan kemampuan membayar masyarakat," kata dia.
Tiga segmentasi
Dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020, iuran peserta BPJS dibagi ke dalam tiga segmentasi.
Pertama, penerima bantuan iuran (PBI) kelas III adalah sebesar Rp 42.000 yang nilainya sama dengan Perpres 75 Tahun 2019.
"Semua dibayar pemerintah, tapi untuk jamin keberlangsungan di sini ada pemerintah daerah yang bisa kontribusi dan membayar iuran," kata dia.
Ia mengatakan, dalam perpres tersebut juga konsep PBI hanya satu, yakni PBI pusat dan tidak ada daerah.
Artinya, PBI yang di-cover sesuai data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang merupakan 41 persen dari penduduk Indonesia terbawah.
Kedua, pekerja penerima upah (PPU) pemerintah dan badan usaha cara iurannya disamakan, yakni porsi pemberi kerja 4 persen dan pekerjanya 1 persen dengan batas atas take home pay Rp 12 juta dan batas bawah sesuai UMR kabupaten/kota.
Ketiga, peserta bukan penerima upah atau pekerja (BP) yang memiliki dua konsep, yaitu mandiri dan ada yang didaftarkan oleh pemerintah daerah (pemda).
"Jadi nanti pendaftaran pemda masuk ke dalam klaster ini, tapi khusus kelas III," kata dia.
Sementara bantuan subsidi dalam perpres baru yang diperuntukkan bagi kelas III, yakni sebesar Rp 16.500 pada tahun 2020 dan Rp. 7.000 pada 2021, berlaku bagi peserta BPJS aktif.
"Bantuan (subsidi) ini diberikan pada peserta yang status aktif. Jadi kalau aktifm pemerintah baru akan beri bantuan sebesar Rp 16.500 atau Rp 7.000. Kalau tidak aktif, pemerintah tak bayar," ucap Kunto.