Kematian George Floyd Berujung Demo Ricuh, Warga Negara Indonesia di AS Diminta Tak Ikut Campur

Editor: Asytari Fauziah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah demonstran dengan membawa poster melakukan aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd di jalan dekat White House, Washington DC, Amerika Serikat, Minggu (31/5/2020) waktu setempat. Meninggalnya George Floyd, seorang pria keturunan Afrika-Amerika, saat ditangkap oleh polisi di Minneapolis beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi unjuk rasa dan kerusuhan di kota-kota besar di hampir seantero Amerika Serikat.

Adapun pemeriksaan post-mortem itu dilakukan dokter yang menangani jenazah Eric Garner, yang tewas di tangan polisi pada 2014, memunculkan pergerakan Black Lives Matter.

Hasil pemeriksaan menyatakan, tekanan pada leher memutus aliran darah ke otak, dengan berat di punggung membuatnya tak bisa bernapas.

Temuan ini berbeda jauh dengan rilis yang disampaikan otoritas kehakiman, yang menjadi dasar pelaporan pidana kepada Derek Chauvin.

Versi yang disampaikan sebelumnya juga menyertakan efek dari tindihan, bersama dengan penekanan Floyd punya masalah kesehatan dan potensi intoksikasi dalam sistem tubuhnya.

Namun, laporan tersebut sama sekali tidak menyebutkan diagnosa asphyxia traumatik atau tewas karena tercekik dalam kematian Floyd.

Dalam pidatonya, Terrence Floyd meminta publik tak menahan diri dalam Pilpres AS November mendatang maupun pemilu lain di masa depan.

"Edukasi diri Anda, jangan sampai menunggu seseorang memberi tahu Anda apa yang harus dilakukan. Ketahui siapa yang Anda pilih. Ini cara kita menghantam mereka," kata dia.

Meneriakkan "perdamaian di tangan kiri, keadilan di tangan kanan", massa yang berkumpul untuk mengenang Floyd bersorak bagi Terrence.

Terrence menyatakan, kemarahan karena tewasnya saudaranya, ditambah kebrutalan polisi akan kulit hitam, bisa ditempuh melalui jalan damai untuk memberi perubahan.

Dia kemudian mengomentari kerusuhan yang terjadi dalam demonstrasi memprotes kematian saudaranya, dan menyatakan cara itu tak akan membawa Floyd hidup kembali.

"Mungkin beberapa saat akan indah, seperti Anda minum-minum. Tapi setelah itu, Anda akan menyesali apa yang Anda lakukan," jelasnya.

Dia menjelaskan, otoritas berkuasa tidak tersentuh dengan perbuatan pendemo karena mereka menghancurkan barang milik publik.

"Jadi mereka ingin menghancurkan apa yang menjadi milik kita. Mari kita lakukan dengan cara berbeda. Lakukan dengan cara kita," pintanya.

Pernyataan mereka terjadi beberapa saat setelah Presiden AS, Donald Trump, memberi tahu para gubernur negara bagian mereka harus "mendominasi".

Presiden dari Partai Republik itu menginstruksikan agar mereka yang berbuat kerusuhan "harus dipenjara paling sedikit selama 10 tahun".

Halaman
1234