TRIBUNMATARAM,COM - Tepat pada Rabu (6/1/2021) kemarin menjadi hari peringatan lima tahun kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin.
Kasus tewasnya Mirna Salihin pernah menjadi yang paling disorot sekira tahun 2016 silam.
Mirna tewas setelah keracunan sianida yang dicampur ke dalam kopinya.
Sosok sang sahabat, Jessica Kumala Wongso yang datang pertama kali di lokasi pun ditetapkan sebagai pembunuh Mirna.
Meski kini harus mendekam di balik jeruji besi setelah divonis 20 tahun penjara, Jessica tak pernah mengakui perbuatannya.
Dia bersumpah tidak pernah sekali pun menjadi pembunuh apalagi pada sahabatnya sendiri.
Kilas balik kematian Mirna Salihin membawa pada mencuatnya pengakuan Jessica Wongso dalam nota pembelaan (Pledoi)-nya, 13 Sepember 2016 silam.
Nota pembelaan ini dibaca Jessica dalam sidang kasusnya yang ke-28 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Baca juga: Hari Ini 5 Tahun Lalu, Mirna Tewas Tenggak Kopi Bersianida & Tak Ada Bukti Konkret Jessica Membunuh
Baca juga: 3 Tahun Kepergian Mirna Salihin Tewas Diracun Jessica Wongso, Begini Kabar Saudara Kembar Identiknya
Baca juga: 3 Tahun Lalu Saksikan Mirna Salihin Tewas di Depan Mata, Apa Kabar Hani Sahabat Jessica Wongso?
Kala itu, Jessica tak kuasa menahan air matanya di hadapan Majelis Hakim pimpinan Hakim Kisworo.
Berikut selengkapnya, surat pembelaan Jessica terkait kematian sahabatnya, Mirna dalam kasus kopi sianida yang kontroversial, dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com.
"Saya ada di sini karena saya dituduh meracuni teman saya Mirna. Saya tidak menyangka kalau pertemuan di tanggal 6 Januari tersebut adalah saat terakhir saya bertemu Mirna, apalagi saya dituduh membunuhnya. Namun saya sadar kalau tidak ada yang luput dari kehendak Tuhan yang Maha Esa. Dan selama ini saya diberikan kekuatan yang sangat luar biasa untuk menghadapi cobaan ini.
Mirna adalah teman yang baik, karena Mirna memiliki sifat yang ramah, baik hati dan jujur dengan teman-temannya. Selain itu dia juga sangat humoris, kreatif, dan pandai. Walau kita jarang bertemu karena tinggal di negara yang berbeda tetap sangat mudah untuk menghabiskan waktu berjam-jam bercanda dan mengobrol pada saat bertemu.
Tidak pernah terlintas di pikiran saya bahwa Mirna datang dari keluarga yang siap menekan dan mengintimidasi siapapun yang mereka percaya telah berbuat hal yang buruk walau tanpa penjelasan yang pasti. Itu membuat saya berpikir apakah mereka menjadi jahat karena kehilangan Mirna.
Bagaimanapun juga saya tidak membunuh Mirna jadi seharusnya tidak ada alasan untuk memperlakukan saya seperti sampah.
Saya mengerti kesedihan mereka dan saya pun merasa sangat kehilangan, tapi saya pun dituduh membunuh yang saya tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan dengan kata-kata.