3 Kali Jadi Korban Order Fiktif Napi di Lapas, Deddy Heran Pelaku Bisa Bawa HP, Berikut Kata Kalapas

Editor: Irsan Yamananda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Pemilik toko tiga kali menjadi korban order fiktif napi di lapas daerah Madiun, korban heran pelaku bisa membawa HP.

TRIBUNMATARAM.COM - Kasus dugaan penipuan terjadi di daerah Madiun.

Korbannya adalah pemilik Toko Barokah, Deddy Santoso (32).

Ia mengaku tak menyangka dengan adanya peristiwa tersebut.

Mengingat tiga pelaku penipuan adalah narapidana kasus narkoba.

Terlebih lagi, ketiga pelaku masih menjalani hukuman di Lapas Pemuda Kelas IIA Madiun.

Seperti diketahui, para narapidana dilarang membawa ponsel saat berada dalam lapas.

Baca juga: Polisi Bongkar Penipuan Berkedok Umrah & Wisata Religi di DIY, Modus Paket Pembelian Susu 14 Karton

Baca juga: Dituding Lakukan Penipuan & Gelapkan Uang Rp 1,1 M, David Noah: Intinya Mereka Balik Badan dari Saya

AKBP Dewa Putu Eka Dharmawab angkat bicara mengenai orderan fiktif napi. (KOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI)

Deddy pun heran kenapa hal seperti itu bisa terjadi.

“Saya tidak menyangka.

Orang di dalam (lapas) kok bisa ya,” ujar Deddy kepada Kompas.com, Jumat (3/9/2021).

Menurutnya, hanya pihak lapas yang bisa menjawab hal tersebut.

Apalagi para napi itu disebut-sebut sudah menipu banyak orang.

Baca juga: Mantan Kades di Sukoharjo Terjerat Kasus Penipuan CPNS: Korban 52 Orang, Kerugian Rp 5,1 Miliar

“Saya ingin tahu, kok bisa.

Tentunya yang bisa menjawab itu yang bertugas (di lapas).

Tetapi, mereka tidak pernah muncul.

Kami sebagai korban pun tidak pernah disambangi pihak lapas,” ungkap Deddy.

Deddy mengungkapkan, saat menjadi korban penipuan yang pertama dan kedua, ia sempat dimediasi dari kepolisian dengan dua narapidana itu untuk pengembalian kerugian uang.

Namun, mediasi menjadi gagal lantaran untuk kali ketiga pada Agustus 2021, narapidana kasus narkoba lainnya justru berusaha menipunya lagi dengan modus yang sama.

“Lha kok saya dibegitukan lagi oleh warga lapas,” kata Deddy.

Kejadian penipuan ketiga itu membuat Deddy merasa menjadi target oleh seseorang.

Apalagi, dua kali sebelumnya pelaku berhasil menipunya hingga mengakibatkan kerugian Rp 41 juta.

Ia berharap polisi tidak mengungkap pelaku utamanya saja, tetapi juga mengungkap jejaring lain yang bekerja sama dengan narapidana sehingga bisa menipu banyak warga.

Baca juga: Babak Baru Kasus Dugaan Penggelapan & Penipuan David Noah, Polisi Minta Klarifikasi Pelapor

“Kalau hanya pelakunya saja maka jaringannya tidak jera.

Saya harap secara keseluruhan diungkap, mulai dari pelaku hingga penadah,” kata Deddy.

Korban diduga banyak

Dedy menyebutkan, sejatinya banyak pengusaha di Kota Madiun yang menjadi korban penipuan dengan modus yang sama.

Hanya saja, mereka enggan melaporkan ke polisi.

“Informasinya di kepolisian sudah ada lima korban yang sudah melapor.

Pelapor dari luar Madiun ada dua (Kalimantan, Tuban, dan Tulungagung).

Sementara di Madiun ada dua, saya dan rumah makan Omah Cabe,” kata Deddy.

Deddy menceritakan, penipuan yang menimpa dirinya bermula saat ada pesanan barang melalui chat WhatsApp di tokonya tanggal 19 Juni 2021.

Setelah selesai memesan, pelaku mengaku sudah mentransfer uang senilai Rp 33 juta dengan mengirimkan bukti transfer berupa cetakan pengiriman dari ATM melalui pesan WhatsApp.

Ilustrasi - Pemilik toko tiga kali menjadi korban order fiktif napi di lapas daerah Madiun, korban heran pelaku bisa membawa HP. (Istimewa)

Lantaran kejadiannya berlangsung pada akhir pekan, Deddy tidak bisa mengecek validasi pengiriman uang dari pelaku.

Hanya saja, saat itu Deddy memercayai hingga akhirnya mengirimkan barang melalui kurir online yang dipesan pelaku.

Kejadian kembali terulang keesokan harinya, Minggu (20/6/2021).

Dengan modus yang sama, pelaku memesan kembali barang berupa minyak goreng, sampo, sabun, dan kebutuhan rumah tangga lainnya dengan nilai transaksi Rp 8 juta.

Kali ini, Deddy mengecek kebenaran pengiriman uang yang dilakukan pelaku.

Hasilnya, pihak bank mengonfirmasi tidak ada transaksi yang masuk ke rekening tokonya.

Ia pun baru menyadari menjadi korban penipuan order fiktif sehingga langsung melaporkan ke Polsek Manguharjo.

Kepala Lapas Pemuda Kelas II A Madiun Ardian Nova Christiawan yang dihubungi terpisah menyatakan, narapidana yang terlibat dalam kasus penipuan online mendapatkan ponsel dari dari narapidana yang bebas.

“Pengakuan sementara ini, mereka (tiga napi) itu mendapatkan HP dari napi yang sudah bebas,” ujar Ardian.

Soal apakah ada dan tidaknya keterlibatan pegawainya, Ardia mengatakan, sementara dilakukan investigasi di internal.

Baca juga: Belum Kelar Kasus Sumbangan Rp 2 T, Anak Akidi Tio Kini Disebut Lakukan Penipuan, Simak Kronologinya

Begitu juga dengan asal muasal ponsel yang digunakan tiga narapidana narkoba binaannya, itu juga sementara dilakukan penelusuran.

Ia berjanji bila hasil investigasi terbukti ada keterlibatan pegawainya, akan ditindak tegas berupa pemecatan.

Ungkap jaringan hingga tuntas

Kapolres Madiun Kota AKBP Dewa Putu Eka Darmawan yang dihubungi terpisah menyatakan, polisi tidak hanya berhenti menyidik dengan hanya menetapkan narapidana kasus narkoba sebagai tersangka.

Penyidik akan mengungkap jaringan besar yang berada di balik penipuan online berkedok order fiktif.

“Kami akan ungkap jaringan yang besar dalam kasus tersebut, dan tentunya kami akan kejar ke pelaku-pelaku lainnya,” kata Dewa.

Bagi Dewa, jaringan kasus ini harus dibongkar lantaran tidak mungkin narapidana itu melakukannya sendirian.

Ia menduga ada komplotan sehingga pelaku bisa menipu para korbannya.

“Apakah komplotan ini hanya dua atau ada yang lain.

Karena ini suatu bentuk kejahatan yang tidak mudah dilakukan dalam lapas,” ujar Dewa seperti dikutip dari Kompas.com dengan judul "Jadi Korban Order Fiktif Napi Penghuni Lapas, Deddy: Orang di Dalam Kok Bisa Ya?".

Baca juga: Setelah Diblokir Pemerintah, Kini TikTok Cash Dilaporkan ke Bareskrim Polri Atas Dugaan Penipuan

Ia mencontohkan beberapa dokumen bukti transfer palsu yang ternyata diedit oleh pelaku.

Padahal, pengeditan itu tidak bisa dilakukan dengan ponsel biasa.

“Semisal dengan handphone, orangnya pun harus terbiasa. Untuk itu, kami upayakan untuk penyelidikan lebih lanjut,” ujar Dewa.

Artikel lainnya terkait penipuan

(Korban/ Kontributor Solo, Muhlis Al Alawi)