Zona Kuning dan Hijau Bisa Mulai Sekolah Tatap Muka, Kemendikbud: Bukan Paksaan, tapi Pilihan

Pembukaan kembali satuan pendidikan untuk pelaksanaan tatap muka, kata dia, harus dilakukan secara bertahap.

Editor: Asytari Fauziah
Warta Kota/Ricky Martin Wijaya
Nadiem Anwar Makarim (kanan) memberikan keterangan saat berkeliling Kantor Kemendikbud usai serah terima jabatan (sertijab), di Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2019). Eks CEO Gojek, Nadiem Makarim ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Pendidikan Tinggi (Mendikbud Dikti) pada Kabinet Indonesia Maju 2019-2024. Warta Kota/Ricky Martin Wijaya 

TRIBUNMATARAM.COM Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) bersama Satuan Tugas Nasional Covid-19 serta sejumlah kementerian terkait mengumumkan bahwa sekolah di zona hijau dan kuning kini boleh melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah.

Menjawab keresahan berbagai pihak terkait risiko penularan Covid-19 di lingkungan sekolah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikbud Ainun Naim kembali menegaskan bahwa pembukaan sekolah tatap muka di zona hijau dan kuning harus melalui protokol kesehatan yang ketat.

Ainun juga menyampaikan bahwa Kemendikbud meminta pemerintah daerah untuk mengawasi bagaimana perjalanan siswa dari rumah ke sekolah, termasuk proses pembelajaran di kelas dan jumlah siswa di kelas.

Kebal Diejek Teman karena Tinggal di Kandang Ayam, Indriana Tak Menyerah Sekolah Demi Beli Rumah

"Kemendikbud, Kemendagri, Kemenag, dan Kemenkes serta Satuan Tugas Penanganan Penyebaran Covid-19 akan terus melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala. Jika ada indikasi tidak aman atau zonanya berubah warna maka sekolah tersebut wajib ditutup,” tegas Ainun dalam konferensi media, Senin (10/8/2020).

Pembukaan kembali satuan pendidikan untuk pelaksanaan tatap muka, kata dia, harus dilakukan secara bertahap.

ILUSTRASI aturan baru di sekolah, di tengah wabah virus corona ---- Siswa sekolah dasar negeri 002 Ranai melakukan aktivitas belajar menggunakan masker di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Indonesia, Selasa (4/2/2020). Proses belajar mengajar kembali berlangsung setelah sebelumnya sempat akan diliburkan selama 14 hari terkait lokasi observasi WNI dari Wuhan, China yang berada di Natuna.
ILUSTRASI aturan baru di sekolah, di tengah wabah virus corona ---- Siswa sekolah dasar negeri 002 Ranai melakukan aktivitas belajar menggunakan masker di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Indonesia, Selasa (4/2/2020). Proses belajar mengajar kembali berlangsung setelah sebelumnya sempat akan diliburkan selama 14 hari terkait lokasi observasi WNI dari Wuhan, China yang berada di Natuna. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Untuk satuan pendidikan umum dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) dan SMK, tatap muka dilaksanakan dengan jumlah peserta didik sebanyak 30-50 persen dari kapasitas kelas.

Sementara itu, untuk sekolah luar biasa (SLB) dan pendidikan anak usia dini (PAUD)/taman kanak-kanak (TK), jumlah maksimal di dalam satu kelas sebanyak lima peserta didik.

Demi Kuota Internet untuk Sekolah, Siswi SMP Nekat Jual Diri dengan Tarif Kencan Rp 500 Ribu

Kepala sekolah dan orangtua boleh memilih

Selain itu, Ainun juga menekankan bahwa belajar tatap muka di sekolah bukan merupakan kewajiban atau paksaan, melainkan pilihan.

“Keputusan tetap ada di pemerintah daerah, kepala sekolah, komite sekolah, dan orangtua.

Namun, hal ini bukan merupakan kewajiban atau paksaan, melainkan pilihan.

Tentu berbagai prosedur dan protokol kesehatan harus tetap dijaga dan sekolah harus melaksanakan persiapan sehingga kesehatan siswa tetap terjaga," ujar Ainun.

Bila orangtua masih khawatir akan risiko Covid-19 di sekolah, maka siswa boleh tetap belajar dari rumah.

Selanjutnya, sekolah memberikan materi ajar yang dipelajari di sekolah.

"Saya kira banyak cara agar siswa bisa tetap belajar di rumah," papar dia.

Maklumi Dimas yang ke Sekolah Demi Belajar, Guru: Bagi Keluarganya Beras Jauh Lebih Dibutuhkan

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim juga menegaskan bahwa walaupun sekolah di zona hijau dan kuning diizinkan untuk dibuka, hal itu bukanlah kewajiban.

"Mohon dipahami, dengan adanya SKB revisi ini, bagi yang zona kuning dan hijau itu diperbolehkan.

Tetapi, walaupun diperbolehkan, kalau pemdanya dan kepala dinasnya atau kanwilnya merasa belum siap, mereka tidak harus mulai pembelajaran tatap muka," terang Nadiem.

Kalaupun pemda dan kepala dinas menyatakan siap membuka sekolah, lanjut Nadiem, masing-masing kepala sekolah dan komite sekolah boleh memutuskan bahwa sekolah belum siap untuk tatap muka.

Bahkan, imbuh dia, walau sekolah telah melakukan pembelajaran tatap muka, kalau orangtua murid tidak memperkenankan anaknya pergi ke sekolah karena tidak nyaman dengan risiko Covid-19, itu adalah hak orangtua untuk memilih pembelajaran jarak jauh (PJJ).

"Walaupun diperbolehkan di zona hijau dan kuning membuka pembelajaran tatap muka, namun bukan artinya harus.

Kita masih mementingkan otonomi dan prerogatif kepala daerah, kepala sekolah, komite sekolah, dan setiap orangtua di Indonesia," kata Nadiem.

Siswi Pemilik 700 Piala Tak Lolos PPDB Setelah Daftar 7 Sekolah, Dinas Pendidikan Beri Alternatif

Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberikan penjelasan mengenai tak diterimanya Aristawidya Maheswari (15) di SMA mana pun pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021.

Arista merupkan siswa berprestasi peraih 700 piala yang merupakan alumni SMPN 92 Jakarta.

Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Syaefuloh Hidayat menjelaskan Arista memang mengikuti beberapa jalur pada PPDB tahun ini.

Pertama, Arista mendaftar jalur afirmasi pada tanggal 19 Juni. Ia memilih SMA 12, SMA 6, dan SMA 121 namun belum berhasil diterima karena kalah dari segi usia

"Seleksinya yang pertama adalah memenuhi kriteria afirmasi. Seleksi kedua memang kita menggunakan usia. Memang Arista ini usianya 15 tahun 8 bulan 2 hari pada saat PPDB," ucap Syaefuloh saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/7/2020).

 Sudah Daftar 8 Sekolah, Ratusan Siswa Berprestasi Terancam Putus Sekolah karena Gagal PPDB

Kemudian Arista juga mengikuti jalur zonasi pada tanggal 26 Juni. Dia mendaftar di SMA 36, 59, dan SMA 53. Namun juga belum lolos.

"Kemudian memang ikut juga jalur prestasi akademis yang menggunakan nilai rapor. Nilai Arista ini 7.763 daftar di SMA 12 dan 21 sementara di SMA 12 itu nilai paling rendah nya 8.265 dan SMA 21 paling rendahnya 8.486," kata dia.

Aristawidya Maheswari (15) memperlihatkan foto saat dia mengajar di salah satu Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Jakarta Timur. Foto itu diperlihatkan saat berbincang dengan wartawan di kediaman Rumah Susun Jatinegara Kaum, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Rabu (8/7/2020
Aristawidya Maheswari (15) memperlihatkan foto saat dia mengajar di salah satu Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Jakarta Timur. Foto itu diperlihatkan saat berbincang dengan wartawan di kediaman Rumah Susun Jatinegara Kaum, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Rabu (8/7/2020 (ANTARA/Andi Firdaus)

Selanjutnya Arista juga mencoba jalur prestasi non akademis. Meski memiliki prestasi yang sangat banyak, namun Syaefuloh mengklaim bahwa Arista tak diterima lantaran prestasi tertinggi dalam bidang seni rupa adalah kejuaraan tingkat kotamadya.

Sementara ketentuan Disdik DKI untuk jalur prestasi non akademik adalah untuk tingkat SMA haruslah pernah mendapatkan juara tingkat provinsi, nasional, dan internasional.

"Sehingga yang bersangkutan tidak dapat. Memang prestasinya banyak, juaranya banyak, sertifikatnya banyak, hanya yang tertingginya baru tingkat Wali Kota. sementara yang lain-lain itu yang lain para pesaingnya adalah tingkat nasional, tingkat internasional, sama tingkat DKI," ujar dia.

Arista sendiri sempat mengungkapkan bahwa dia pernah meraih, antara lain Juara III Lomba Cipta Seni Pelajar tingkat nasional dan Juara I Festival Lomba Kementerian Perhubungan.

Namun, menurut Syaefulah, berdasarkan unggahan Arista pada sistem, kedua juara tersebut tak disertakan.

"Yang diupload ke dalam sistem itu adalah sertifikat juara 1 tingkat kota. kami kan melihat fakta," kata dia.

Disdik menawarkan Arista alternatif

Karena gagal pada keempat jalur tersebut, Disdik kemudian menawarkan Arista untuk mencoba jalur tahap akhir.

Syaefuloh menuturkan, Dinas Pendidikan menugaskan Kepala Bidang PAUD untuk bertemu dengan Arista.

"Dan kita coba sarankan untuk ikut di jalur tahap akhir tanggal 7-8 Juli. Di situ juga ditawarkan atau kalau mau ikut ke PKBM negeri yang paket kesetaraan tapi yang bersangkutan menolak enggak mau," lanjut Syaefuloh.

 Ikut Terdampak PPDB Zonasi, Ibu Beberkan Kondisi Anaknya: Kadang Tertawa Sendiri, Tidak Mau Makan

Selain itu, Arista juga ditawarkan untuk masuk ke sekolah swasta yang dekat dengan rumahnya.

Lalu pada tanggal 7 dan 8 Juli, siswa 15 tahun tersebut kembali mendaftar online di jalur tahap akhir dengan memilih sekolah di SMA 12 jurusan IPS.

Sayangnya, nilai Arista juga tak mencukupi lantaran SMA 12 jurusan IPS mengharuskan bobot nilai 7.800.

Selain itu, Ia juga memilih jurusan IPA di SMA yang sama namun kembali tak diterima lantaran bobot nilai jurusan tersebut adalah 7.900.

 Sekolah Masih Berlangsung Online, Bupati Banyumas Larang Keras Ada Pungutan Apapun untuk Orang Tua

"Kemudian pilih juga SMA 21 jurusan IPS itu pilihan rendahnya nilai terendahnya 7.800, kemudian beliau juga SMA 36 jurusan IPS itu kemudian dia juga (pilih) SMA 45, SMA 102, itu nilai terendahnya 7.700. Sehingga sampai dengan tanggal 8 itu belum lulus kalau ngikutin sekolah-sekolah yang tadi Arista sempat biding," ungkap Syaefuloh.

Selanjutnya pada tanggal 8 Juli, Disdik juga sempat menugaskan kepala seksi beserta 1 orang kepala SMA untuk menyarankan dan memberikan portofolio.

Dengan nilai 7.763, Arista masih dimungkinkan dapat diterima di SMA Negeri 115. Namun, Arista disebut tidak berminat dengan tawaran tersebut.

"Tapi waktu itu yang bersangkutan tetap kekeuh enggak mau ke 115 kita kan enggak bisa memaksakan," tuturnya.

Kemudian pada tanggal 8 Juli pukul 15.01 WIB, saat jalur tahap akhir ditutup, Arista baru menyampaikan jika berminat masuk ke SMA 115.

Sayangnya sudah tak bisa lantaran sistem online tertutup otomatis dan tak ada pendaftaran manual.

"Kemudian pukul 15.01 beliau baru menyampaikan ke kita kalau oke saya mau mendaftar di 115 sistemnya sudah tutup. Sudah enggak bisa lagi, kami udah enggak bisa memasukkan itu," kata dia.

Meski demikian, Syaefuloh mengaku bakal kembali mengutus jajarannya untuk menawarkan Arista masuk ke sekolah swasta.

"Kami tetap menawarkan ada PKBM paket kesetaraan paket C itu negeri itu Negeri dan menurut kami tidak ada bedanya antara kesetaraan dengan SMA formal. Kemudian kami juga tawarkan kalau mau ke SMA swasta ini akan dampingi kalau bicara kesulitan kita bantu komunikasi dengan sekolah," tutupnya. (Kompas.com/ Ayunda Pininta Kasih/ Ayunda Pininta Kasih/ Ryana Aryadita Umasugi/ Sabrina Asril)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tatap Muka di Zona Hijau dan Kuning, Kemendikbud: Ini Pilihan, Bukan Kewajiban" dan "Siswi Peraih 700 Piala Tak Diterima di SMA Mana Pun, Ini Penjelasan Disdik Jakarta".

BACA JUGA : di Tribunnewsmaker.com dengan judul Sekolah Tatap Muka di Zona Kuning dan Hijau Bisa Dimulai, Kemendikbud: Bukan Kewajiban, tapi Pilihan.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved