Nunggak Bayar Kos karena Tak Punya Uang, Pasutri & Bayinya Terlantar setelah Gembok Diganti Pemilik

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung ini akhirnya hidup menggelandang setelah kamar kos miliknya digembok oleh pemilik.

(KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON)
Pasangan suami istri, Andika Pratama dan Yanti dan bayinya Muhammad Aditya Pratama saat ditemui di rumah singgah Jalan Dr Soetomo, Samarinda, Kaltim, Kamis (3/9/2020). 

TRIBUNMATARAM.COM - Nasib pilu terpaksa dialami Andika Pratama beserta istri dan anaknya.

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung ini akhirnya hidup menggelandang setelah kamar kos miliknya digembok oleh pemilik lantaran menunggak bayaran.

Karena tak mampu membayar uang kos, suami istri asal Samarinda dan bayinya yang masih berusia satu bulan terpaksa tidur di pinggir jalan di atas gerobak sampah.

Pasangan suami istri, Andika Pratama dan Yanti dan bayinya Muhammad Aditya Pratama saat ditemui di rumah singgah Jalan Dr Soetomo, Samarinda, Kaltim, Kamis (3/9/2020).
Pasangan suami istri, Andika Pratama dan Yanti dan bayinya Muhammad Aditya Pratama saat ditemui di rumah singgah Jalan Dr Soetomo, Samarinda, Kaltim, Kamis (3/9/2020). ((KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON))

Bapak Di-PHK Efek Corona, Pasutri Terpaksa Hidup di Becak Ajak Bayinya, Bayar Sewa 5 Ribu per Hari

Curhat Pasien Terduga Corona Identitas Dibongkar, Surat Dokter Bocor, Harus Naik Becak, Kini Dijauhi

Sang suami, Andika Pratama (35), mengatakan, pemilik kos tiba-tiba mengganti gembok pintu kos dan meminta uang indekos dibayar dulu.

“Pemiliknya bilang bayar dulu baru bisa masuk. Akhirnya kami tinggal di gerobak dekat tempat sampah di Jalan Belatuk,” terang dia.

Pria yang bekerja sebagai pemulung itu mengatakan, setiap bulan dirinya harus menyediakan uang Rp 350.000 untuk indekos.

Sayangnya, uang kos pada bulan Agustus telah habis digunakan untuk membeli makan.

Tidur di gerobak sampah

Setelah diusir, Andika dan istrinya Yanti (32) bersama bayinya, Muhammad Aditya Pratama, tidur di gerobak sampah yang biasa digunakan Andika bekerja.

Untuk menahan dingin dan hujan, Andika menggunakan alas dari baliho.

“Satu (baliho) buat alas dalam gerobak dan satunya buat tutup bagian atas agar tak panas dan kehujanan,” ungkap Andika saat ditemui Kompas.com, Kamis (3/9/2020).

Lalu, selama hidup di jalan, Andika membawa keluarganya bekerja mencari plastik.

Uang hasil memulung itu dia gunakan untuk makan. “Kalau bayi masih minum air susu ibu (ASI). Hanya kasihan saat hujan sering kedinginan,” jelasnya.

Pertolongan

Sementara itu, kondisi tersebut dijalani Andika selama dua pekan, tepatnya sejak Jumat (21/8/2020).

Lalu, pada Kamis (3/9/2020) malam, seorang warga menemui Andika dan istrinya.

Warga tersebut memotret dan mengunggah fotonya di media sosial.

Kemudian, sekitar pukul 01.00 Wita dini hari datang tim relawan di Kota Samarinda dan mengevakuasi Andika sekeluarga ke rumah singgah di Jalan dr Soetomo, Gang 4.

Pada Kamis sore, Kompas.com mencoba menemui Andika. Tampak Aditya sedang tidur beralaskan kasur empuk dan selimut.

Menurut Koordinator Relawan Sedekah Mandiri Samarinda, Arisna Setiawati, rumah singgah itu memang disiapkan bagi mereka yang membutuhkan.

“Di rumah ini memang disiapkan oleh relawan untuk tempat tinggal mereka yang telantar,” tutur Arisna.

Selanjutnya, kata Arisna, pihaknya siap mendatangi pemilik kos dan berencana melunasi tunggakan indekosnya.

Ingin mencari kerja

Saat berbincang dengan Kompas.com, Andika mengakui ingin mencari pekerjaan.

Setelah menikah dengan Yanti tahun 2018, Andika mengaku sempat bekerja sebagai buruh angkut kepiting di Tarakan, Kalimantan Utara.

Namun, setelah dua tahun di sana, Andika bersama istri memutuskan kembali ke Samarinda.

Andika memang warga Samarinda. Setelah kembali ke Samarinda, dirinya sudah berusaha mencari kerja, tetapi belum didapat. Akhirnya, dia bekerja sebagai pemulung.

“Kalau ada kerjaan lain saya mau. Jadi sopir juga bisa,” kata dia.

Sementara itu, dari pengamatan Kompas.com, sampai saat ini belum ada respons dari Pemerintah Kota Samarinda terkait kondisi pasangan ini.

Pernah Senasib dengan Andika

Pasangan suami istri, Dul Rohmat (30) dan Fatimah (33) terpaksa harus hidup menggelandang setelah menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja / PHK akibat efek corona.

Kehilangan pekerjaan membuat Dul Rohmat harus mengajak istri dan anaknya yang masih berusia 13 bulan bernama Dafa harus tidur di becak setiap hari.

 Pemkot Angkat Bicara Soal Korban PHK yang Tidur di Emperan Tanah Abang: Kebanyakan dari Luar Daerah

 POPULER Gegara Corona, Korban PHK Ibu Kota Menggelandang, Tidur di Emperan Toko hingga Kejar Sembako

Warga asal Desa Asemrudung, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah tersebut sudah sekitar satu bulan tinggal dan tidur di becak.

Becak sewaan yang digunakan Dul bersama istri dan anaknya berusia 13 bulan tidur di kawasan Jalan Adi Sucipto Karangasem, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah, Rabu (6/5/2020).(KOMPAS.com/LABIB ZAMANI)
Becak sewaan yang digunakan Dul bersama istri dan anaknya berusia 13 bulan tidur di kawasan Jalan Adi Sucipto Karangasem, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah, Rabu (6/5/2020).(KOMPAS.com/LABIB ZAMANI) ()

Mereka hidup dengan cara menggelandang dan selalu berpindah tempat.

Mereka seringnya berada di kawasan Jalan Adi Sucipto Karangasem, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah.

Mereka menganggap kawasan itu nyaman untuk ditempati karena tidak banyak nyamuk.

Sehingga, anak semata wayangnya itu bisa tidur dengan nyenyak di becak.

Jika hujan turun, mereka harus pindah ke tempat lain yang lebih aman untuk berteduh.

Mereka tidak ingin anaknya yang masih kecil tersebut kehujanan.

Saat ditemui oleh Kompas.com, keluarga Dul sedang berada di depan kantor DPRD Solo.

Mereka sedang menunggu para dermawan memberikan nasi takjil untuk buka puasa.

"Alhamdulillah, ada yang ngasih (makan). Entah dari mana tahu-tahu datang ngasih makan.

Kaya ini tadi tahu-tahu ada yang ngasih," kata istri Dul, Fatimah di Solo, Jawa Tengah, Rabu (6/5/2020).

Perempuan yang akrab disapa Imah mengatakan, alasan jauh-jauh dari Purwodadi ke Solo untuk mencari pekerjaan.

Dia berharap dengan merantau ke Solo bisa merubah keluarga.

"Di sana tidak ada pekerjaan. Karena tempatnya pelosok untuk cari uang tidak bisa.

Bisanya di sawah. Kalau tidak panen ya tidak bisa dapat penghasilan," kata dia.

Dul dan keluarga kemudian memutuskan merantau ke Solo.

Selain mengajak anak dan istrinya, Dul juga mengajak adiknya bernama Listiyowati (22).

Selama di Solo, mereka menyewa indekos di kawasan Jagalan, Kecamatan Jebres.
Adapun biaya sewa setiap bulannya sebesar Rp 600.000.

Karena biaya sewanya terlalu mahal, mereka memutuskan untuk pindah.

Mereka mendapat indekos dengan biaya sewa Rp 400.000 per bulan.

Baru beberapa bulan ditempati, sang suami terkena dampak pemutusan hubungan kerja ( PHK) dari tempat kerjanya proyek pembangunan akibat pandemi wabah virus corona (Covid-19).

"Karena suami tidak kerja karena PHK ada virus corona tidak ada pengasilan.

Uang sewa indekos juga tidak bisa bayar. Terpaksa sewa becak Rp 5.000 per hari untuk tidur di jalan," ungkap Imah.

Untuk mencukupi kebutuhan hidup setiap hari, mereka hanya mengandalkan bantuan.

Sejak di PHK, sang suami sampai saat ini belum mendapatkan pekerjaan.

Pernah suaminya ditawarin pekerjaan oleh orang lain, tetapi karena masih kondisi pandemi wabah corona, sampai sekarang belum mendapat kepastian kapan mulai kerja.

"Kalau dapat sembako seperti beras, minyak gitu saya jual karena tidak bisa masak di jalan.

Uangnya buat bayar sewa becak sama buat beli pampersnya adik. Penting peralatan adik tidak ada yang kurang," terang Imah.

"Kalau mi instan dan telur kita bisa minta dibutkan di hik (wedangan) paling nambah uang berapa bisa buat makan.

Terus kalau teh dan gula bisa buat minum sendiri karena punya termos berisi air panas," sambung dia.

Dul mengaku ingin pulang ke desa. Karena mendengar kabar pemudik yang pulang kampung harus menjalani isolasi mandiri 14 hari, Dul memutuskan untuk tidak pulang.

"Dulu mau pulang ke kampung. Denger kabar dikarantina selama 14 hari karena ada virus corona ini terus takut mau pulang kampung," ucap Dul.

"Nanti kalau situasi sudah reda kalau kita punya rezeki lebih, Insya Allah kita pulang jenguk ibu," timpal Imah.

(Kontributor Samarinda, Zakarias Demon Daton/Kontributor Solo, Labib Zamani)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Telat Bayar Kos, Gembok Pintu Diganti Pemilik, Suami Istri dan Bayi 1 Bulan Ini Telantar di Jalan" dan "Kisah Pilu Keluarga dengan Balita di Solo Tinggal di Becak, Bapak di-PHK karena Corona"

BACA JUGA Tribunnewsmaker.com dengan judul Nunggak Bayar Kos karena Tak Ada Uang, Pasutri & Bayinya Terlantar setelah Gembok Diganti Pemilik.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved