Ayah Asal Aceh Tersesat hingga NTT bersama Anak 7 Tahun, Diduga Depresi, Tidur dari Masjid ke Masjid
Ialah Ramli (55), seorang ayah asal Aceh Tengah yang ditemukan tersesat bersama buah hatinya yang masih berusia 7 tahun.
TRIBUNMATARAM.COM - Ialah Ramli (55), seorang ayah asal Aceh Tengah yang ditemukan tersesat bersama buah hatinya yang masih berusia 7 tahun.
Uniknya, Ramli bersama anak gadisnya ini tersesat hingga di Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Diduga ia mengalami depresi dan sering tidur dari masjid ke masjid.
Baca juga: Pelaku Vandalisme Mushala Ternyata Depresi, Selalu Menangis dan Pelampiasan karena Dikucilkan
Baca juga: Setahun Hilang, Pria Asal Kulonprogo Ditemukan di Surabaya, Ternyata Jalan Kaki Sejauh 400 Kilometer
Saat ditemukan warga, pria tersebut bersama dengan anak perempuannya berusia 7 tahun menginap di Masjid Al Muhajirin di Kecamatan Kefamenanu, daerah setempat.
Pengurus masjid yang mengetahui hal itu kemudian meminta keterangan dari yang bersangkutan.
Ramli diketahui sebagai warga Kampung Cibro, Kecamatan Celala, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh.
Berbekal informasi itu, pengurus masjid kemudian melakukan koordinasi dengan pihak Dinas Sosial Aceh Tengah.
"Yang bersangkutan didapati kemarin malam pada 7 Desember 2020 menginap di Masjid tersebut," kata Kepala Dinas Sosial Aceh Tengah Aulia Putra saat dihubungi, Rabu (9/12/2020).
Berusaha dipulangkan
Mendapat informasi itu, pihaknya mengaku sudah ada upaya dari Pemkab Aceh Tengah untuk memulangkan yang bersangkutan.
"Kemarin, keluarga Pak Ramli A dalam hal ini adik kandung Beliau, yakni Ibu Salamah dan putrinya Juliana Putri didampingi Camat menemui Pak Bupati," kata Aulia.
Sebagai penyikapannya, Pemkab Aceh Tengah akan melakukan koordinasi dengan Pemkab TTU untuk bisa membantu memulangkan yang bersangkutan.
"Pihak Kabupaten Aceh Tengah beserta keluarga sangat mengharapkan bantuan dan kerja sama dari Pemerintah Kecamatan Kefamenanu, Pemkab TTU dan Pemerintah Provinsi NTT, agar Pak Ramli A beserta putrinya dapat segera kembali ke kampung halamannya Cibro, Celala, Aceh Tengah," kata Aulia.
Diduga alami depresi
Aulia mengatakan, Ramli diduga mengalami depresi. Yang bersangkutan selama ini memang diketahui sering bepergian dengan anaknya itu ke sejumlah lokasi dan tidur di masjid.
Bahkan, tak jarang ia menangani kasus yang melibatkan Ramli saat tersesat di salah satu Kabupaten di Aceh.
Pada saat itu, pihak keluarga sudah diingatkan untuk melakukan pengawasan. Namun demikian, hal itu dianggap tidak diindahkan.
"Dalam satu kasus kami sudah berkoordinasi dengan pihak keluarga, tetapi kurang mendapatkan tanggapan. Mudah-mudahan ini jadi pelajaran berharga untuk kita semua," kata Aulia.
Kisah Serupa
Setahun yang lalu, Kemisan pergi meninggalkan rumahnya di Kulonprogo, kini ia ditemukan di Surabaya.
Jarak sejauh 400 kilometer ditempuh Kemisan sejak menghilang akhir 2019 silam.
Keluarganya pun tak mencarinya karena tak tahu harus ke mana.
Baca juga: 11 Hari Hilang, Rizal Ternyata Tewas Ditabrak Truk Tangki : Anak Kami Satu-satunya Meninggal
Baca juga: 15 Tahun Hilang, Polisi Ditemukan Jadi Pengemis & Alami Gangguan Jiwa, Tapi Tak Lupa dengan Temannya
Kemisan (35) warga Kulon Progo menghilang dari rumahnya pada awal Desember 2019.
Setahun kemudian, Kemisan kembali ke keluarganya dan tiba di rumahnya pada Rabu (2/12/2020).
Ternyata Kemisan tinggal di panti rehabilitasi di Surabaya setelah ditemukan Satpol PP di jalanan sekitar setahun lalu.
Rupanya Kemisan berjalan kaki dari Kulon Progo dengan menggunakan sandal jepit ke Surabaya.
Sedangkan jarak antara Kulon Progo ke Surabaya sekitar 400 kilometer.
Saat terjaring operasi Satpol PP, kondisi Kemisan sangat memprihatinkan. Ia terkena penyakit kulit parah yang dipenuhi bintik putih serta gatal.
Kemisan kemudian dimasukkan ke panti rehabilitasi. Selama setahun dirawat di panti tersebut, Kemisan mulai bisa diajak bicara.
Kepada petugas, Kemisan bercerita jika ia berasal dari Kokap, Kulon Progo. Petugas di Surabaya kemudian menghubung Dinas Sosial Wates.
“Setelah perawatan setahun baru bisa diajak komunikasi. Ia mengaku berasal dari Kokap, Kulon Progo.Dinsos Surabaya menghubungi Dinsos Wates melalui Kasi Rehabilitasi, lalu disampaikan ke saya untuk melaksanakan asesmen."
"Kemudian, Kemisan diterima Dukuh (kepala dusun) dan kakaknya,” kata Koordinator Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kokap, Taufik via pesan.
Sering bepergian jalan kaki
Kemisan adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sehari-hari ia tinggal bersama ibunua, Ngatiah yang sudah lansia.
Pria tersebut memiliki riwayat sakit syaraf di otak sehingga harus menjalani terapi obat yang panjang.
Saat Kemisan terakhir kali meninggal rumah pada Desember 2019 lalu, sang kakak, nasiran sedang pergi bekerja.
Kemisan pergi meninggalkan rumah tanpa membawa barang apapun termasuk surat identitas. Keluarga tak mencari Kemisan karena tidak tahu kemana harus mencari Kemisan.
Baca juga: Rantai Penularan Klaster Dukcapil Kulon Progo Sulit Diputus, Ada 108 Kasus Positif Covid-19
Kepergian pria 35 tahun tanpa pamit itu bukan lah yang pertama. Kemisan pernah meninggalkan rumah dan berjalan kaki ke Yogyakarta, Banyumas hingga Solo.
Biasanya setelah menghilang beberapa hari, Kemisan akan kembali ke rumahnya.
Selain tak tahu harus mencari kemana, keluarga Kemisan mengaku tak mencari karena alasan ekonomi. Dengan keterbatasan dana, mereka tak bisa mencari Kemisan begitu saja.
“Dia pergi ke mana-mana jalan kaki,” kata Nasiran kakak ketiga Kemisan saat ditemui di rumahnya, Jumat (4/12/2020).
Di rentang waktu Kemisan menghilang, sang ibu meninggal dunia dan keluarga masih meyakini jika suatu waktu nanti, Kemisan akan pulang.
“Selama ini dia pergi selalu tetap pulang,” kata Nasiran
Sementara itu Dukuh Plampang 2, Dwi Wuryaningsih mengatakan jika Kemisan menyelesaikan pendidikan hingga SMP.
Ia bisa membaca dan komunikasinya cukup baik. Ia bahkan mengenal alamat rumah hingga identitas dirinya serta dapat berkomunikasi dengan baik.
Hanya saja ia memiliki riwayat sakit syaraf di otak pada masa lalu,
“Dua Minggu sebelum kepulangan, saya mendapat kabar tentang keberadaan Kemisan di Surabaya. Saya beritahu keluarga bahwa Kemisan baik-baik saja,” kata Dwi via telepon.
Mengaku tak banyak yang diingat

Saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Kemisan terlihat kurus berbalut kulit coklat gelap terbakar. Di bagian tangan dan kaki terlihat bintik putih terang. Ketika berbincang, ia terus menggariu bagian tubuhnya.
Saat ditanya bagaimana bisa sampai Surabaya, Kemisan mengaku sudah tak ingat lagi.
“Tidak ingat,” kata Kemisan saat ditemui di rumahnya, Jumat (4/12/2020).
Ia hanya mengingat berjalan kaki di jalan besar beraspal menggunakan sandak jepit dan melihat petunjuk jalan ke Surabaya.
Kemisan juga menceritakan sepotong-sepotong kejadian antara lain saat ia terjaring razia Satpol PP di jalanan Surabaya.
Serta saat ia dikumpulkan ke panti rehabilitasi bersama banyak orang dan diberi obat dan suntik. Ia juga mengingat sepotong perjalanan dari Surabaya kembali ke Wates, Kulon Progo.
“Dari (dinas sosial) Keputih (pulang) pakai mobil, antar (orang seperti dirinya) ke Ngawi, ke Temanggung, lalu ke Dinas Sosial Wates,” kata Kemisan.
Sementara itu Lurah Kalirejo, Lana mengatakan jika pihak kelurahan pernah membawa Kemisan ke RS Grahsia dan Magelang untuk mendapat perawatan.
Menurutnya, Kemisan adalah penderita gangguan jiwa dengan kategori ringan dan sudah menjalani pegobatan cukup lama.
“Kami pernah membawa Kemisan ke RS Grahsia dan Magelang untuk dirawat,” kata Lana di kantornya.
Lana menjelaskan, di wilayahnya ada 49 warga difabel dengan gangguan jiwa dan Kemisan adalah salah satunya.
ODGJ di wilahnya, menurut Lana, mayoritas berusia produktif dan rata-rata tidak mendapat perhatian serius dari keluargaya.
Sehingga pemdes berupaya agar para ODJG rutin berobat dan bisa bekarya serta berkembang bersama warga lainnya.
Mereka juga membuat lembaga kesejahteraan sosial (LKS) yang menangani penderita ganguan jiwa.
Lana mengatakan tidak mudah melakukan hal tersebut. Hasilnnya ada yang sembuh dan menjadi pengemis dan ada yang kambuh serta sakit permanen.
“Tapi saya pastikan tidak ada yang dipasung (di Kalirejo). Akibatnya risiko sering pergi-pergi,” kata Lana.
(Kompas.com/Kontributor Takengon, Iwan Bahagia/Dani Julius Zebua)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Seorang Ayah dan Anaknya Usia 7 Tahun Tersesat di NTT, Tidur di Masjid dan Diduga Depresi"
BACA JUGA Tribunnewsmaker.com dengan judul Pria Aceh Tersesat sampai NTT dengan Anak Gadis 7 Tahun, Diduga Depresi, Tidur dari Masjid ke Masjid
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/mataram/foto/bank/originals/pria-nekat-bakar-diri-karena-depresi.jpg)