Virus Corona
Sudah Pernah Terinfeksi Covid-19 Ternyata Tetap Perlu Vaksin, tapi Ada Perbedaan dengan yang Belum
Mereka yang telah sembuh dari Covid-19 diketahui telah memiliki antibodi. Apakah tetap perlu mendapatkan suntikan vaksin Covid-19?
Penulis: Salma Fenty | Editor: Delta Lidina
TRIBUNMATARAM.COM - Saat ini, pemerintah di seluruh dunia tengah berfokus untuk menemukan vaksin Covid-19.
Lantas muncul pertanyaan, perlukah vaksin bagi mereka yang sudah pernah terinfeksi?
Dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com, pemberian vaksin Covid-19 nyatanya penting bagi semua orang.
Baca juga: Hasil Uji Vaksin Sinovac yang Bakal Digratiskan di Indonesia, Kata BPOM Soal Surat Izin Edar
Baca juga: Vaksin di Indonesia Digratiskan, Satgas Covid-19 Tak Ingin Buru-buru, Tunggu Kajian BPOM & MUI
Entah mereka yang belum pernah terinfeksi, atau pun yang sudah pernah dinyatakan positif.
Namun, ada beberapa kondisi yang membedakannya.

Yakni kekebalan tubuh bagi mereka yang pernah terinfeksi terbilang lebih kuat dibanding yang belum.
Saat ini, Indonesia sendiri telah menyatakan akan membagikan vaksin Covid-19 secara gratis.
Kendati demikian, penggunaan vaksin Covid-19 di Indonesia masih menunggu izin dari BPOM dan MUI.
Mereka yang telah sembuh dari Covid-19 diketahui telah memiliki antibodi.
Apakah tetap perlu mendapatkan suntikan vaksin Covid-19?
Ternyata Perlu, ada potensi reinfeksi
Epidemiolog kandidat PhD dari Griffth Univeristy, Australia, Dicky Budiman mengatakan, orang yang pernah terinfeksi Covid-19 dan telah sembuh masih membutuhkan suntikan vaksin.
Alasannya, karena masih ada potensi reinfeksi virus corona.
"Jadi yang pernah terinfeksi pun itu perlu divaksinasi. Karena, pertama, data riset yang saat ini kita miliki membuktikan bahwa ada potensi reinfeksi," ujar Dicky, dikutip TribunMatara.com dari Kompas.com.
Menurut dia, mereka yang pernah terinfeksi memiliki kekebalan tubuh dari Covid-19 sesuai dengan tingkat keparahan yang dialami.

Semakin parah Covid-19 yang diderita seseorang, maka kemungkinan besar memiliki antibodi kekebalan tersebut.
Namun, jika pasien memiliki gejala ringan atau tidak bergejala (OTG), maka kekebalan tubuh yang dimiliki juga akan lemah.
Meski demikian, sistem kekebalan yang didapatkan pasien ini tidak berlangsung lama.
"Pasien yang terinfeksi itu pun membuktikan bahwa daya tahan ini yang timbul akibat reinfeksi tidak akan lama, sekitar 3 bulanan," ujar Dicky.
"Karena atas dasar itulah otomatis orang tersebut masih membutuhkan vaksin," lanjut dia.
Dicky mengatakan, program vaksinasi ini tidak dilihat dari faktor apakah seseorang pernah terinfeksi atau tidak.
Semua orang harus divaksinasi. Akan tetapi, yang menjadi pertimbangan bukan hanya masalah program vaksinasinya, tetapi ada program prakondisinya.
Ada Perbedaan dari Segi Kekebalan Tubuh
Dilansir dari Huffpost, 16 Desember 2020, seorang dokter penyakit menular di Yale Medicine, yang turut menguji vaksin Pfizer, Onyema Ogbuagu, meyakini bahwa orang yang baru terinfeksi virus corona mungkin tidak perlu segera disuntik vaksin.
Penelitian menemukan, antibodi penetral yang dihasilkan oleh infeksi alami di dalam tubuh masih bertahan.
Kekebalan ini setidaknya bertahan selama beberapa bulan.

Dalam kasus reinfeksi, infeksi kedua biasanya tidak terjadi 3-4 bulan setelah infeksi pertama.
"Ini cukup pasti, meskipun Anda tidak pernah dapat mengatakan dengan yakin, bahwa dalam beberapa bulan pertama setelah terinfeksi, risiko reinfeksi sangat rendah," ujar Ogbuagu.
Akan tetapi, kekebalan alami dari Covid-19 turun setelah beberapa bulan.
Selain itu, tingkat antibodi dari virus corona umum lainnya berkurang dengan cepat, dan hal yang sama bisa terjadi pada penyakit Covid-19.
“Orang mungkin akan dapat terinfeksi kembali berdasarkan antibodi yang semakin menurun, saat ia telah terinfeksi secara alami. Kami tidak tahu kapan waktunya, seperti seberapa cepat mereka rentan terhadap infeksi ulang," ujar profesor kedokteran di Divisi Penyakit Menular dan Mikrobiologi, Imunologi di Sekolah Kedokteran Geffen di UCLA, Otto Yang.
Para peneliti menduga, kekebalan yang diberikan oleh vaksin akan lebih kuat daripada kekebalan yang diperoleh karena pernah menderita suatu penyakit, termasuk Covid-19.
Hasil Uji Coba Vaksin Sinovac di Indonesia

Saat ini, penggunaan vaksin Sinovac di Indonesia masih menunggu surat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
BPOM akan memberikan izin edar darurat vaksin atau emergency use authorization jika vaksin sudah melalui tahap uji klinis.
Baca juga: Vaksin di Indonesia Digratiskan, Satgas Covid-19 Tak Ingin Buru-buru, Tunggu Kajian BPOM & MUI
Baca juga: Alasan di Balik Mengapa Vaksin Covid-19 di Indonesia Tidak Bisa Gratis untuk Semua Masyarakat
Mengacu pada panduan Badan Kesehatan Dunia atau World Helath Organization (WHO), izin edar darurat akan diterbitkan tiga bulan setelah vaksin disuntikkan ke tubuh relawan dalam proses uji klinis.
"Untuk pemberian izin emergency use authorization tersebut, WHO menyatakan bahwa data pengamatan selama tiga bulan setelah penyuntikan dapat dipergunakan sebagai dasar pemberian izin penggunaan darurat," kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 BPOM Lucia Rizka Andalusia, dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube FMB9ID_IKP, Jumat (18/12/2020).
Sejauh ini, Biofarma telah melakukan uji klinis terhadap vaksin Covid-19 asal Cina, Sinovac. Proses uji klinis itu mulai digelar pada Agustus 2020.
Menurut Lucia, para relawan telah disuntik vaksin Sinovac sebanyak dua kali hingga saat ini. Namun, ia tak mengungkap kapan terakhir kali penyuntikan dilakukan.
Lucia hanya mengatakan, pasca disuntik, relawan akan dipantau dalam tiga periode, yakni setelah satu bulan, tiga bulan, dan enam bulan.
Dalam tiga periode tersebut, para peneliti bakal mengumpulkan data-data, menganalisis, dan melaporkannya ke BPOM.
Sementara, BPOM bertugas melakukan evaluasi terkait khasiat dan keamanan vaksin. Jika vaksin terbukti efektif dan aman, maka izin edar darurat akan diterbitkan.
"Badan POM akan memberikan perizinan penggunaan darurat atau emergency authorization berdasarkan data interim tiga bulan yang akan segera dilaporkan oleh peneliti dan Biofarma," ujar Lucia.
Meskipun izin penggunaan vaksin Covid-19 diberikan dengan skema izin darurat, Lucia menyebut bahwa aspek keamanan, khasiat dan mutu vaksin harus tetap dipenuhi berdasarkan data-data yang memadai.
Ia menambahkan, setelah BPOM menerbitkan izin penggunaan darurat vaksin pun, rangkaian uji klinis vaksin tetap dilanjutkan dengan melakukan pemantauan terhadap para relawan.
"Uji klinis vaksin tersebut tetap dilanjutkan dengan pengamatan kepada masyarakat yang sudah divaksin untuk mendapatkan data keamanan dan khasiat sampai enam bulan setelah penyuntikan dan juga dilakukan pemantauan jangka panjang," kata Lucia.
Sebelumnya, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut, vaksin virus corona yang akan diberikan pemerintah untuk masyarakat secara gratis adalah yang terbaik.
Namun, ia tidak menyebutkan secara detail jenis vaksin yang akan digunakan itu.
"Jika nanti program vaksinasi akan dijalankan pada tahun 2021, pemerintah memastikan vaksin yang digunakan adalah vaksin yang terbaik bagi masyarakat Indonesia," kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (17/12/2020).
Wiku mengatakan, digratiskannya vaksin Covid-19 untuk seluruh masyarakat merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjamin aksesibilitas warga Indonesia terhadap vaksin.
Dengan semakin mudahnya akses vaksin, maka diharapkan herd immunity atau kekebalan kolektif terhadap virus corona dapat dicapai lebih cepat. (TribunMataram.com/ Salma) (Kompas.com/ Fitria Chusna Farisa)
BACA JUGA Tribunnewsmaker.com dengan judul Pernah Positif Covid-19 Ternyata Tetap Perlu Vaksin, tapi Ada Perbedaan dengan yang Belum Terinfeksi