Para ABK WNI juga mengaku menerima diskriminasi selama bekerja di kapal.
Mereka harus minum air laut hasil penyulingan yang kerapkali membuat mereka jatuh sakit.
Sementara para ABK asal China, bisa meminum air tawar dari botol kemasan yang dibawa dari darat.
"Pusing, memang enggak bisa minum air itu sama sekali. Pernah, kaya ada dahak," tutur salah satu ABK.
Perlakuan buruk lainnya, yakni jika ada seorang di antara mereka yang meninggal, jenazahnya akan dilarung ke laut.
Padahal dalam perjanjian dengan agen mereka di Indonesia, ABK yang meninggal seharusnya dikremasi dan abunya dikirim ke keluarga di Tanah Air.
MBC sendiri mendapatkan cuplikan video dari ABK asal Indonesia ketika kapal tempat mereka bekerja berlabuh di Pelabuhan Busan, Korea Selatan.
Para ABK tersebut meminta bantuan kepada media setempat dan otoritas Korea Selatan atas kondisi pekerjaan yang jauh dari layak. Namun kapal tersebut sudah kembali melaut ketika akan dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
Mendapat laporan tersebut, Duta Besar RI untuk Korea Selatan, Umar Hadi, akan membantu penanganan masalah ABK hingga mereka bisa dipulangkan ke Indonesia.
Pihak KBRO di Seoul dan Beijing tengah berkoordinasi untuk berkomunikasi dengan perusahaan kapal ikan dan agen mereka di Indonesia yang memperkerjakan ABK WNI tersebut.
"Kita tetap mendampingi.
Ada 15 WNI yang turun di Busan dan minta bantuan lembaga penegak hukum di Korea Selatan.
Semuanya sudah terdata, perusahaannya, pemiliknya sampai agen yang merekrut mereka, semua kita desak untuk bertanggung jawab," kata Umar. (Kompas.com/ Rully R. Ramli/ Yoga Sukmana/ Muhammad Idris)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penjelasan Kemenhub Soal Pelarungan Jenazah ABK Indonesia" dan "Laporan Media Korsel: Gaji Kecil ABK Indonesia di Kapal China dan Jam Kerja Tak Manusiawi"
BACA JUGA Tribunnews.com dengan judul Direktur Perkapalan Kemenhub Sebut Pelarungan Mayat ABK WNI di Kapal China Sesuai Prosedur.