4 Fakta Sidang Perdana Penyiraman Air Keras Novel Baswedan, Dianggap Berkhianat, Terungkap Motifnya
Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memasuki babak baru.
Dalam dakwaan tersebut mereka dikenakan Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Lebih Subsider Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Kompas.com/ Jimmy Ramadhan Azhari/ Egidius Patnistik)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "4 Fakta Persidangan Pertama Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan"

Bukti Penting Hilang
Sempaty diberitakan sebelumnya
Kejanggalan penyelidikan kasus penyiraman air keras Novel Baswedan kembali dilayangkan oleh tim advokasinya.
Pihaknya menilai, ada beberapa bukti penting yang sengaja dihilangkan.
Beberapa hal lain juga dicurigai tim advokasi Novel Baswedan.
• Meski Pelaku Penyerangan Novel Baswedan Ditangkap, Dewi Tanjung Masih Ragukan Kerusakan Matanya
• Wajah Pelaku Penyiraman Novel Baswedan Terungkap, Apa Bedanya dengan Sketsa 2,5 Tahun Lalu?
Tim Advokasi Novel Baswedan menilai penanganan perkara penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan tidak dilakukan secara profesional.
Anggota Tim Advokasi Novel, Alghiffari Aqsa menyatakan, ada sejumlah kejanggalan selama proses penyidikan yang disebut Komnas HAM sebagai bentuk abuse of process.

"Di antaranya barang bukti yang hilang atau berkurang yaitu cangkir dan botol yang diduga digunakan pelaku sebagai alat yang menyiram tidak disimpan dan didokumentasikan dengan baik," kata Alghiffari dalam siaran pers, Selasa (26/2/2020) malam.
Menurut Tim Advokasi, Polisi memunculkan kesan tidak terdapat bukti.
CCTV, data pengguna telpon dan saksi-saksi tidak seluruhnya diambil dan didengar keterangannya.
Alghiffari melanjutkan, Polisi juga tidak menjelaskan hubungan kedua tersangka yang telah ditangkap dengan bukti-bukti yang didapat pada periode awal penyidikan.
"Misalnya, hubungan terduka pelaku yang ditangkap dengan sketsa dan keterangan-keterangan primer saksi-saksi serta temuan Tim Satgas Gabungan Bentukan Kapolri 2019," ujar Alghiffari.
Tim Advokasi juga mempersoalkan Pasal 170 KUHP atau pasal pengeroyokan yang dikenakan kepada kedua tersangka karena dinilai terlalu ringan.
Padahal, menurut Tim Advokasi, terdapat fakta-fakta yang mengindikasikan bahwa penyerangan itu terkait dengan pekerjaan Novel di KPK yang tujuannya mematikan, melumpuhkan, luka berat dan direncanakan.